Untuk kamu yang bersamaku dalam waktu singkat...
Untuk kamu yang membiarkanku pergi...
Untuk kamu yang masih saja mengirim kabar, walau tak pernah
kubalas...
Dulu pertama kali kita bertemu, masih sangat muda untuk mengenal
kata cinta. Di bangku menengah pertama. Dua kali kita ditempatkan dalam satu
kelas. Tapi tak pernah ada interaksi lebih, bahkan untuk bertegur sapa.
Kita hanya ibarat saling tahu, tapi tak benar-benar saling
mengenal. Kamu berbeda dari cowok-cowok sekelas kita lainnya. Kamu pendiam dan
tak banyak tingkah, tapi punya prestasi yang bagus.
Ada rasa sedikit kagum pada dirimu kala itu.
Sampai bertahun-tahun kemudian kita bertemu lagi di media sosial,
facebook. Kita berada di kota yang berbeda. Mengerjar mimpi kita masing-masing.
Beberapa kali berinteraksi di facebook dan memutuskan bertemu. Reuni kecil,
kataku.
Kedekatan kita menumbuhkan rasa. Rasa yang lebih dari kagum.
Segalanya berjalan begitu saja tanpa ikatan. Tapi kita merasa
sama-sama tahu akan perasaan dan hubungan yang dijalani bersama. Hubungan yang
menurutmu akan berlabuh empat atau lima tahun lagi dalam sebuah janji suci.
Namun belum sampai empat bulan, badai pertama datang dan
memporakporandakan kapal yang sedang kita bangun. Aku terhempas dan menyadari
sebuah kenyataan. Sebuah rasa yang aku kira cinta, ternyata bukan apa-apa.
Rasa sedikit kagumku padamu hanya meningkat pada tingkat kagum
saja.
Tak pernah ada rasa lebih dari kagum. Apalagi rasa yang disebut cinta
dan sayang. Seperti yang kau tunjukkan padaku selama ini. Rasa suka yang kau
bilang sejak masa putih biru itu, tak bisa kubalas.
Maaf. Berhentilah menungguku, karena kau pantas dapatkan yang
lebih baik.
dari aku yang memilih pergi.
duh kasian dia pasti sakit banget mba
ReplyDeletewahh, hatinya luas banget ya bisa merelakan pergi.
ReplyDelete-Ikavuje