Saturday 5 December 2015

,

[Fiksi] Kau dan Aku Berbeda


"Selamat datang di Purple Coffe. Mau pesan apa?" Sapaan wajib kepada pelanggan Purple Coffe, tempatku bekerja.

"Biasa, Nan." Jawabnya tanpa melihat papan menu, lalu duduk di salah satu meja paling pojok. Pandangannya mengarah pada lobby yang lengang.

Namanya Rendra, pewaris grup Pandawa. Salah satu perusahaan yang menempati gedung ini. Aku mengenalnya karena keramahannya pada semua karyawan, juga senyum yang selalu menghiasi wajahnya.

Mas Bule, julukan yang aku sematkan padanya. Tiap orang yang melihatnya pasti mengira dia bule. Tapi jangan kaget jika mendengarnya bicara, medhok jawa. Katanya, dia bule yang nyasar lahir di Jogja.

Dia selalu memesan cappuccino. Itu membuatnya betah melakukan pekerjaan dengan laptopnya berjam-jam. Alasan yang diberikan saat kutanya kegemarannya pada cappuccino.

Aku melirik jam ungu di dinding Purple Coffe, sudah satu jam dia duduk di sana. Tapi tak ada tanda-tanda untuk pergi. Padahal jam kerjaku akan selesai sebentar lagi. Rasanya kalau dia masih di sana, aku rela bekerja dua-puluh-empat-jam di sini. Jadi aku tidak perlu bekerja di dua tempat sekaligus seperti sekarang ini.

Rekan kerjaku sudah rapi berdiri di depan meja kasir untuk berganti shiff. "Katanya kamu dapat kerja di tempat lain. Mau pindah, Nan?"

"Nggak, masih di sini kok. Ibu masuk rumah sakit lagi, jadi butuh banyak biaya."

"Sabar ya, Nan. Kamu emang anak yang berbakti." Mia mengusap pundakku pelan. "Jamnya udah habis. Nggak pulang, Nan?" Aku hanya mengangguk, mengarahkan pandangan sepenuhnya pada lelaki di sudut sana. "Ah, Pak Rendra." Mia mengerti maksudku, sudah berulang kali aku bercerita tentang lelaki itu.

"Nan, satu lagi ya." Mas Bule memesan cappuccino lagi. Dengan cekatan aku segera membuatkannya, tak ingin membuatnya menunggu lama.

"Cappucinno satu dan brownies. Silahkan dinikmati." Aku berinisiatif mengantarkan sendiri pesanannya.

"Saya tidak memesan brownies."

"Itu gratis, Mas. Kebetulan hari ini saya ulang tahun, itu bikinan sendiri lho."

"Terima kasih. Selamat ulang tahun ya Kinan. Duduk, biar saya coba browniesnya." Dia memasang senyum paling lebar. Deretan gigi putihnya menyilaukan mata.

Dia menimbang-nimbang sesuatu. Mas Bule suka tidak ya? Aku mencoba menebak-nebak. "Enak, Nan. Kenapa tidak buka toko kue?" Aku menggeleng.

"Nggak ada modal, Mas. Kalau pun ada, belum tentu laku. Di sekitar sini sudah banyak toko kue." Dia hanya manggut-manggut. "Nunggu klien, Mas?"

"Iya, tapi sepertinya mereka terlambat. Jogja mulai macet seperti Jakarta." Saat mengerutu seperti itu dia masih terlihat mempesona.

Ingin rasanya menemaninya di sini. Duduk di sampingnya menunggu klien sambil ngobrol tentang kami. Tapi itu bisa membuatku dipecat dan tak bisa melihat wajah manisnya. "Silahkan dilanjut, Mas."

Aku kembali ke belakang meja kasir, memandangnya lekat-lekat. "Jangan cuma dilihat, Nan. Kenapa nggak coba deketin?" Mia memberi saran.

Aku mengeleng. "Jangan ngaco deh Mia. Dia itu anak bos, sebentar lagi jadi direktur perusahaan. Aku? Cuma pelayan kafe."

Setelan jas rapi itu apa pantas bersanding dengan celemek ungu ini?

Tentu tidak. Jadi biarkan aku sendiri yang miliki rasa ini. Tak perlu dia tahu rasa yang kumiliki untuknya. Degup jantung yang lebih kencang ketika melihat tubuh tegapnya. Getaran aneh yang timbul saat dia sebut namaku. Tak pernah berani aku lebih dekat dengannya. Bahkan di dalam mimpi-mimpiku sekalipun. Kau dan aku berbeda, Mas Bule. Dunia kita bagai langit dan bumi, terlalu jauh untuk kujangkau.

Baca cerita selanjutnya : Satu Detik Terlama
Share:

14 comments:

  1. Waduh... Mas Bule idaman banget, ya. Fiksi yang bagus, ni. Dari awal baca, gue nyaman aja sama bahasa yang sederhana tapi cara menulisnya gak sederhana. Keren.

    Mungkin kisah seperti Nan yang suka sama Mas Bule secara diam-diam atau lebih tepatnya Cinta Diam-diam emang udah sering terjadi. Entah itu alasan jabatan, usia, kedewasaan dan lain sebagainya. Tapi, ya semoga orang yang punya rasa seperti ini bisa dideketkan bak film FTV. Iya, jatuh, pandang-pandang, sayang, jadian, pacaran. Gampang banget. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mas Heru.
      Ini emang terinspirasi dari ftv :)

      Delete
  2. bagus ceritanya. kalimatnya, tulisanya enak di baca. serasa nonton film drama romance.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mas :) Jangan kapok mampir ke sini ya...

      Delete
  3. Kereen, dah jadi penulis ni ceritanya. :-)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih Atho. Lagi dalam proses, doain ya :)

      Delete
  4. Ini kontinyu gak mba? Nek kontinyu pasti lebih asik.
    respon pembaca udah enak, eman2 nek gak di lanjutin.
    Ada potensi ko untuk jadi writer. Jangan gampang puas yang penting.
    Makin jaya deh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin. Insyallah lanjut, makasih kak...

      Delete
    2. Okeh... Rajin corat coret aja :v

      Delete
  5. Ceritanya kayak di novel novel mbak :D Nice ... lanjutkan..

    ReplyDelete
  6. Mantab ceritanya tentang aku dan kau yang berbeda :D asyek-asyek

    ReplyDelete