Saturday 12 December 2015

,

[Fiksi] Satu Detik Terlama


Langit mulai gelap. Sudah sejak beberapa jam lalu awam hitam keabuan terlihat di langit. Tapi belum ada satu tetes pun yang membasahi tanah.

Dulu hujan selalu datang tepat waktu. Di bulan yang berakhiran "ber", ia datang dan setia menemani hampir setiap hari. Tak peduli banyak orang yang mengutuk kedatangannya. Namun masih banyak pula yang menyambutnya sebagai rahmat Tuhan.

Kini sudah diawal bulan Desember, jangankan hujan, gerimis hanya sesekali datang. Itu pun hanya sebentar aja. Mungkin ia sudah mulai bosan selalu dikambinghitamkan oleh orang-orang.

Aku menjulurkan tangan, mencoba mencari tahu kedatangannya.

"Mendung tak berarti hujan," kata Pak Rendra yang tiba-tiba sudah berada di sampingku. "Kamu melamun ya?"

Aku tersenyum, "hujan sekarang sering datang tanpa pertanda dan pergi tiba-tiba."

"Datang tak dijemput, pulang tak diantar. Seperti jelangkung saja."

Aku mengidik ketakutan. "Ah, Pak Rendra bikin serem. Malam-malam begini ngomongin jelangkung."

"Sorry, Nan. Saya tidak bermaksud membuat kamu takut." Aku memutar pandangan ke sekitar Purple Coffee, lengang. "Mau saya antar pulang?"

"Nggak usah, Pak. Saya biasa naik bus. Nanti malah merepotkan Pak Rendra."

"Tidak apa-apa. Saya sudah membuat kamu ketakutan. Hitung-hitung teman ngobrol di jalan. Saya juga takut di mobil sendirian."

Di bawah langit yang mulai gelap. Meninggalkan semburat jingga yang menemani perjalanan pulang kami, aku dan Pak Rendra. Hal yang tak pernah kumimpikan sebelumnya. Terpikir dalam benakku pun tak pernah.

"Kamu sudah berapa lama kerja di kafe, Nan?"

"Udah tiga tahun, Pak."

"Jangan panggil saya Pak. Saya bukan atasan kamu. Panggil saja Mas Bule." Dari mana Pak Rendra tahu panggilan itu? Bukankah aku hanya memberitahu Mia tentang panggilan itu? "Saya tahu dari Mia. Dia tidak sengaja memanggil saya dengan panggilan itu. Katanya itu julukan buat saya dari kamu."

Aku hanya mengangguk, merasa malu Pak Rendra mengetahui kekonyolanku.

***

"Sepertinya ada progres nih Nan." Kata Mia begitu ia melihatku di Purple Coffee.

"Maksudnya?"

"Kemarin pulang sama Mas Bule ya? Aku hanya tersipu malu. "Sampai merah gitu pipinya." Aku memegang pipiku. "Gimana?" Aku diam saja, tak berniat menjawab pertanyaannya.

"Mia, dari mana kamu tahu? Bukannya kemarin kamu pulang duluan ya?" Mia balas tidak menjawab. "Oh ya, Pak Rendra juga tahu panggilan Mas Bule. Kamu yang kasih tahu?"

"Hehehe, maaf Kinan. Waktu itu aku keceplosan." Mia menangkupkan tangan di wajahnya, memohon dengan wajah polosnya. Kalau sudah begini, tak tega rasanya marah-marah dengan sahabatku satu ini. Dia bukan sekadar teman kerja bagiku, tapi sahabat yang bisa berbagi duka.

"Udah jam tiga, kamu nggak pulang?" Aku melirik jam ungu yang terpasang di salah satu sudut Purple Coffee. Aku berniat pulang, ketika Mas Rendra menghampiri kami.

"Mau pulang Nan?" Aku hanya mengangguk. "Saya antar ya, kebetulan saya mau ketemu klien di luar. Saya tunggu di depan ya."

***

"Nasi goreng satu ya mbak... Eh, Kinan?" Mimpi apa aku semalam? Bisa bertemu lagi dengan Mas Bule hari ini. "Kamu kerja di sini?" Aku mengangguk.

"Nasi gorengnya habis, Mas. Kalau mau, bisa ke cabang kami yang di dekat kantor." Aku memberi saran. Mas Rendra tidak langsung pergi, seperti sedang memikir sesuatu.

"Mau menemani saya?" Andai tidak di tempat kerja aku sudah langsung mengiyakan permintaannya. "Kamu belum selesai?" aku menunjuk pada beberapa tumpuk peralatan masak yang masih kotor. "Biar saya yang bicara dengan bos kamu."

Belum sempat aku jawab pertanyaannya, dia sudah melesat menemui bosku. Mereka berbicara, sesekali Mas Rendra melirikku. Tidak sampai lima menit, Mas Rendra kembali dan  mengatakan kami bisa pergi sekarang. Aku melirik bosku, dia mengangguk setuju.

Maka, malam ini kamu kembali menghabiskan waktu bersama. Aku ingin waktu berhenti berjalan. Jarum kecil pada jam berhenti berputar. Angka pada jam digital berhenti berhitung. Semua terdiam. Hanya aku dan kamu menikmati satu detik yang lama. Berdua.

Baca cerita sebelumnya : Kau dan Aku Berbeda
Share:

4 comments:

  1. waow keren dramanya romance banget.
    akhirnya bisa bareng.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih.
      Iya, semoga bia terus bareng ya, eh :D

      Delete
  2. Hahahhaa bisa ngga ya aku bilang ke dia 'jangan panggil bu, atau mbak...panggil Nay saja' hahaha

    ReplyDelete