Saturday 2 January 2016

,

[Cerpen] Aku (Tak) Akan Kembali


Aku terbangun tengah malam dengan keringat yang membasahi sekujur tubuh. Mimpi itu lagi. Sudah beberapa kali setelah kecelakaan, dan lebih sering sebulan terakhir, aku bermimpi tentang seseorang. Wajahnya tak pernah terlihat jelas, hanya samar-samar. Namun sosoknya mengingatkanku pada kamu, seseorang di masa laluku. Selain kamu, yang kuingat saat terbangun dari mimpi itu adalah sebuah tempat yang berada di ujung gang kecil.

Entah firasat atau hanya kerinduan, akhirnya aku memutuskan untuk datang ke tempat itu. Atau lebih tepatnya kembali ke tempat itu. Tempat yang sangat familier bagiku, dulu.

"Selamat datang." Sebuah sapaan yang terdengar ketika aku sampai di tempat itu. Sebuah kafe kecil yang terletak di ujung gang kecil yang agak tersembunyi. Agak sulit menemukannya, apalagi setelah dua tahun tak pernah ke tempat ini.

Mataku menelusuri setiap sudut kafe ini. Menikmati suasana tempat ini yang sudah jauh berbeda dari terakhir aku berkunjung. Aku memejamkan mata, membayangkan deretan rak buku dan properti serba kayu serta kesan kuno. Namun saat aku membuka mata yang terlihat hanya kaca bening dan kesan yang minimalis.

Mungkin sudah berganti pemilik, pikirku.

Ingatanku kembali pada masa dua tahun silam, di tempat yang sama. Kita sering menghabiskan kebersamaan di sini.  Menikmati waktu yang tak banyak bagiku.

"Dit, kapan kamu mau kenalin aku sama mama?"

"Tunggu waktu yang tepat, Rianti." Selalu saja alasan itu yang kamu katakan. "Kamu kan tahu mama aku . . ." Iya, Dit. Aku tahu mama kamu. Tapi sampai kapan kita sembunyi terus

Obrolan kita terhenti. Tak pernah lagi kamu menyinggungnya. Aku pun terlalu malas selalu bertengkar denganmu tentang masalah ini.

***

"Coffelatte dan cheese cake. Ada yang lain, Kak?" Pelayan kafe menyadarkan lamunanku, aku menggeleng.

"Mbak, desain kafe ini sepertinya sudah berubah ya? Dulu waktu saya ke sini masih ada rak-rak buku. Apa pemiliknya sudah ganti?" Tanyaku penasaran.

"Tidak, Kak. Setahu saya pemiliknya tidak pernah berubah. Pak Adit hanya menganti konsep kafe ini."

"Oh." Biasanya seseorang merubah sesuatu karena ingin melupakan sesuatu bukan? Tiba-tiba terlintas begitu saja dalam pikiranku.

Aku memilih duduk di sudut kafe yang tenang, membuka laptop dan segera meneruskan tulisan. Hanyut dalam rangkaian kata-kata yang indah. Deadline selalu membuatku mempunyai kekuatan lebih untuk menyelesaikan pekerjaan. Jemariku terhenti ketika pelayan tadi mengantarkan pesananku.

"Boleh saya bertemu dengan pemilik kafe?" Tiba-tiba ide gila itu muncul begitu saja. Tanpa memikirkan hal apa yang akan terjadi denganku, juga hatiku. Pelayan itu berpamitan sebentar dan kembali bersama seseorang yang tak asing bagiku.

"Saya pemilik kafe ini. Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa kabar, Dit?" Dia terlihat kaget.

"Anda mengenal saya?" Pertanyaannya membuatku bingung. Bagaimana aku tak mengenalmu Adit? Kamu bahkan selalu muncul dalam sepinya mimpi-mimpiku.

"Saya salah satu pelanggan kafe ini dulu, tepatnya dua tahun lalu." Raut wajahnya berubah ketika aku menyebutkan dua tahun lalu. Sepertinya ada hal yang ingin dia ingat, tapi otaknya tak merespon.

"Seperti yang Anda tahu, saya Adit, pemilik kafe ini. Saya merubah seluruh kafe ini menjadi lebih modern dan muda. Anda bisa lihat pelanggan kami adalah anak-anak muda. Ada lagi yang bisa saya bantu?" Aku kembali menggeleng. "Kalau begitu, saya permisi dulu."

"Dua tahun lalu Pak Adit mengalami kecelakaan, Kak." Pelayan tadi masih berdiri di depanku.

"Lalu Rianti?" Selidikku ingin tahu.

"Saya tidak tahu, Kak. Dari yang saya tahu, sampai saat ini tidak ada yang tahu keberadaannya. Apakah masih hidup atau sudah meninggal, karena tidak pernah ditemukan."

"Kamu sudah pernah melihatnya sebelum kecelakaan itu?" Dia menggeleng. Pantas saja, kau tak mengenaliku. "Kalau boleh tahu, kenapa konsepnya berubah?"

"Karena Pak Adit mengalami amnesia setelah kecelakaan itu, Kak."

"Mungkin karena tidak bisa mengingat masa lalunya, sepertinya kamu benar-benar ingin melupakanku, Dit."

"Maaf, Kak?"

"Ah, tidak apa-apa. Terima kasih banyak, Mbak."

Setelah bertanya beberapa hal pada pelayan itu, aku memutuskan untuk pergi. Tak perlu aku mengungkapkan masa lalu itu. Aku tak ingin menyakitimu lagi dengan kembali padamu, Dit. Biarlah seperti ini agar kita tidak saling menyakiti.

Share:

8 comments:

  1. keren cerpenya, bagus ceritanya.
    kalo soal beginian gak bisa komentar.. cuma bisa menikmati alur ceritanya. menghibur juga.
    nice.

    ReplyDelete
  2. Mantep nih mbak, enteng dibacanya. Ternyata si adit ini kena amnesia, terus disitu rianti sebagai siapa ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini dari sudut pandang Rianti mas, dia dulu pacarnya Adit...

      Delete
  3. rasa sayang memang tak harus saling memiliki. tapi harus saling mengerti, agar menjadi cinta yang penuh arti.

    ReplyDelete
  4. keren cerpennya. saya sudah baca. enteng dan mudah dipahami :)
    saya pengen bs menulis seperti kamu :)
    saya kadang2 suka baca novel romance hehe
    jangan2 yg nulis cerita ini adalh Rianti. kan saat di cafe, Rianti pun membuka laptop dan melanjutkan tulisan :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya ini yang cerita Rianti.

      Terima kasih, baca juga cerita fiksi lainnya ya. Yuk belajar nulis bareng kak :D

      Delete